Nama kapuera (capoeira) mungkin masih terdengar asing. Tapi, kawula muda seperti di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya mulai menyukai bela diri asal Brasil ini. Tiap sore, misalnya, di Boulevard Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, warga bisa menyaksikan sejumlah anak muda unjuk kebolehan berkapuera.
Asyik juga menontonnya. Jurus-jurusnya terasa dinamis. Mirip gerakan salto yang dikombinasikan dengan senam. Persis orang sedang menari. Sesekali terdengar suara gendang mengiringi gerakan mereka. Tak terlihat nuansa kekerasan layaknya ilmu bela diri.
Yang sedang unjuk kebolehan tadi adalah anggota Capoeira Jogja Club (CJC). "Kami sedang melakukan latihan bebas," kata Sugeng Prasetyo, seorang anggota CJC. Umumnya, anggota CJC dari kalangan mahasiswa dan anak muda, usia 12-30 tahun.
Boleh dibilang, CJC merupakan klub bela diri kapuera pertama di Indonesia. Berdiri pada 18 Oktober 1999. Adalah dua mahasiswa Australia, Naomi Herman dan Simon, yang sedang kuliah di Fakultas Sastra UGM, yang punya sedikit pengetahuan mengenai kapuera.
Lalu keduanya mengajak beberapa mahasiswa untuk berlatih. Seorang di antaranya yang antusias adalah Yudhi Handoyo. Tanpa diduga, hanya dalam waktu dua bulan, peminat kapuera membludak. Bahkan, ketika kedua mahasiswa Australia itu pulang ke negaranya, latihan tetap dijalankan walau tanpa guru.
Anggotanya pun makin banyak. Lucunya, gerakan yang mereka pelajari cukup mengacu pada film Only The Strong yang dibintangi Mark Dacascos. Film tersebut banyak mengungkap keampuhan bela diri ini. Gerakan bisa diikuti, walau nama jurusnya belum tahu.
Baru setelah beberapa anggota rajin membuka internet, agak jelas nama-nama gerakan yang mereka tiru. "Kami baru sering belajar kapuera ini melalui internet sejak 2001," kata Yudhi Handoyo, 23 tahun, pimpinan CJC. Di dunia maya, ada beberapa situs kapuera.
Sejak itulah mereka mengembangkan variasi-variasi gerakan. "Kami jadi tahu nama gerakan yang kami lakukan dan urut-urutannya lewat internet, sehingga tak sulit bagi mereka untuk mengetahui gerakan bela diri ini secara keseluruhan," kata Yudhi. Tiap ada gerakan baru didiskusikan dan dilatih bersama. Namun hingga detik ini, mereka tak mengenal suhu di CJC. "Saya menjadi ketua di CJC karena saya yang duluan berlatih," kata Yudhi.
Kini, anggota CJC di Yogya mencapai 150 orang. Tiap anggota dikenai iuran Rp 10.000 per bulan. Markasnya di Perumahan Eks Kowilhan, di Jalan Kaliurang, tujuh kilometer utara kota Yogya.
Berkorespondensi dengan penggemar kapuera di luar negeri aktif mereka lakukan. Bahkan, jika kebetulan ada wisatawan asing yang ilmu kapueranya lebih tinggi, mereka tak segan-segan minta "petunjuk". Dan Rod "Medusa" Pen dari Inggris, misalnya, yang sedang menimba ilmu di UGM, juga mereka gandeng untuk memberi petunjuk.
Ternyata, CJC pula yang membidani lahirnya kelompok penggemar kapuera di kota besar lain. Misalnya, Capoeira de Jakarta di Jakarta dan Parentesco de Capoeira Pakuan di Bandung. Khusus di Jakarta, mereka bekerja sama dengan Jilly Likumahuwa, seorang yang peduli pada budaya Brasil.
Jilly mengenal kapuera sejak 1990-an, saat mengunjungi "negeri samba" itu. Namun baru pada 2003 ia aktif memperkenalkan kapuera. Bahkan, ia bersama capoeirista --julukan bagi olahragawan kapuera-- asal Yogya mendirikan Capoeira Indonesia Club (CIC), April tahun lalu. Mereka berlatih di Stadion Utama Senayan Pintu VI, Jakarta.
"Penggemar olahraga kepuera di Jakarta, Bandung, Yogya, dan Surabaya baru berkisar 500 orang. Tapi jumlah itu terus bertambah," ujar Jilly Likumahuwa kepada Adityo Ario dari GATRA. Meski tergolong seni bela diri baru, ia yakin kemampuan capoeirista Indonesia di arena internasional tak mengecewakan.
Kapuera dikenal di Brasil pada 1695. Awalnya diperagakan para budak dan pekerja kasar asal Afrika di Brasil, di zaman penjajahan Portugis. Ceritanya, para budak itu berniat melarikan diri. Kebetulan orang Portugis itu suka pesta dan tari-tarian. Maka, diciptakanlah jenis tarian yang mengutamakan gerak badan dan kaki. Maklum, tangan mereka diborgol. Tarian itu berfungsi pula buat melumpuhkan petugas.
Tarian ini sempat dilarang Pemerintah Brasil. Alasannya, makin banyak pemberontakan oleh kaum budak. Baru pada masa pemerintahan Presiden Getulio Vargas, 1930, penguasa mengurangi tekanan pada ekspresi kebudayaan rakyat, termasuk kapuera. Kelonggaran ini membuat Mestre Bimba bisa memulihkan dan mengembangkan kapuera menjadi seni bela diri. Berkat usahanya itu, Bimba dijuluki "bapak kapuera modern".
Kapuera mulai merambah Amerika Serikat pada 1970-an. Namun, musik kapuera kurang akrab di telinga warga Amerika. Sedangkan gerakannya diadaptasikan dengan musik disko dan black music, hingga tercipta breakdance. Itu sebabnya, kapuera lengket dengan musik hip-hop atau sejenisnya. Baru pada 1990-an, capoeirista asal Brasil mampu menyatukan kembali musik Brasil dengan kapuera hingga kembali ke ciri asalnya.
Menurut Yukha Ariadmana, dari bagian riset dan pengembangan CJC, latihan kapuera tak sama dengan bela diri lain. "Kami memadukan antara bela diri, tarian, dan musik," kata Yukha kepada GATRA. Gerakan-gerakan dalam kapuera ini hampir mirip dengan silat.
Ada beberapa gerakan dasar, antara lain kuda-kuda yang mereka sebut ginga. Gerakannya mirip kuda-kuda karate: kaki kanan di depan dan kaki kiri di belakang dengan posisi orang agak merendah. Cuma, cara bergeraknya sangat lentur hingga terlihat seperti orang menari. Ada pula gerakan dasar bertahan dan menyerang.
Esquiva adalah gerakan menghindar dengan menggerakkan bagian atas badan sambil merunduk. Jurus lainnya adalah negativa, yaitu bertahan sambil menaruh tangan di atas kepala dengan posisi mengepal untuk melindungi dari pukulan musuh. Masih ada gerakan lainnya, yaitu cocorinha, gerakan bertahan dengan posisi jongkok.
Gerakan dasar menyerang mei luha de frente adalah tendangan setengah putaran ke depan. Rasteira, sapuan memakai kaki untuk menjatuhkan musuh. Gerakan
menyerang lainnya adalah bencau, tendangan lurus ke depan. "Masih banyak gerakan lain dalam bela diri kapuera ini," kata Yukha.
Kapuera punya mobilitas tinggi untuk menghindari serangan. Mencakup nomor-nomor tendangan akrobatik, pukulan dan loncatan sambil memutar badan. Teknik tendangan cartwheel tercipta karena para budak seringkali dirantai pergelangan tangannya agar tak melarikan diri.
Menariknya lagi, bela diri ini mengenalkan semacam game yang disebut Jogo de capoeira. Dimainkan dua orang yang saling memainkan jurus kapuera, dikelilingi orang lain. "Ini adalah acara duel seperti bela diri lainnya, tapi dikemas seperti permainan. Tak ada kesan serem," kata Yukha.
Nah buat temen2 yg tau info ttg kapuera yg di jakarta, kasih tau gw ya.. soalnya gw pengen banget belajar kapuera. dah lama sih tertarik, kebetulan kemaren liat liputannya di anteve tapi ga jelas infonya... thank you ;-)
0 comments:
Post a Comment