Anak kita adalah idaman, kebanggaan, curahan hati, penerus generasi tetapi juga sekaligus amanah cobaan dan fitnah. Banyak diantara kita berasumsi jika kita jadi orang tua PASTI DAN OTOMATIS kita BISA MENDIDIK dengan benar. Banyak diantara kita mendidik generasi bangsa di rumah dan lingkungan keluarga hanya dengan BAKAT ALAM. Berapa jam telah anda alokasikan untuk mengkaji pesan-pesan Al Qur'an tentang pertumbuhan anak manusia. Berapa hari anda telah alokasikan waktu untuk mengkaji sabda-sabda Rasul tentang perilaku dan emosi anak. Sadarkah kita bahwa anak itu adalah makhluk lain dan bukan copy paste dari kedua orangtua nya. Ia berbeda dan lain. Mungkinkah anda bisa membuat blackforest yang enak dan dimsum yang gurih tanpa belajar dan tahu caranya?
Jika blackforest dan dimsum saja perlu ilmu, komposisi cara dan takaran apalagi menyiapkan generasi bangsa. Bangsa ini menjadi amburadul dan skeptis karena kita tidak pernah merencanankan mendidik dengan "Well Plan With Knowledge". Nasihat mengatakan "al ummahat imad al bilad. Para IBU adalah TIANG NEGARA & BANGSA". Tegak dan hancurnya bangsa ini tergantung kaum ibu yang harus bahu membahu dengan ayah sbg WALIDAIN (Satu paket). Namun meskipun satu paket, tetap ibulah yang lebih banyak interaksi dengan anak dari mulai kandungan sampai dengan dewasa. Islam menegaskan "al um madarasatul ula. Mother is the first school and educator".
Sudahkah sang ayah membantu tugas mulia dan agung ini? Menjadi satu team yang total football with knowledge and values? Yang belum nikah, sudahkah mempersiapkan diri untuk bangun generasi unggulan atau tetap andalkan BAKAT ALAM sejadinya?
Diatas merupakan rangkuman tausiyah Ustad Syafi'i Antonio mengenai "Education - Well Plan With Knowledge."
Sumber foto: google.com
Ternyata jadi orang tua itu tidak semudah yang dibayangkan. Karena harus memiliki bekal ilmu yang cukup dalam mengemban amanah Allah mendidik anak-anak yang dititipkan. Semoga kita diberikan keluasan ilmu dan rizki dalam mendidik anak-anak yang diamanahkan pada kita. Rajin-rajin datang ke Majelis Ilmu atau ikuti Kajian-Kajian Ilmu, agar Allah tambahkan ilmu kita, semoga bermanfaat dunia akhirat. Aamiin
Bagi yang belum diamanahkan anak, jangan berkecil hati. Karena masih banyak amanah Allah yang bisa kita jalankan. Masih banyak anak-anak terlantar, yatim dan dhuafa yang bisa kita bantu baik secara pendidikan, maupun kebutuhan hidupnya. Tak perlu mencari yang jauh-jauh, cukup di sekitar kita saja. Mulai dari keluarga yang terdekat.
Ada banyak ilmu kehidupan yang saya pelajari dari lingkungan sekitar. Yang paling sederhana adalah dengan mendisiplinkan ibadah yang wajib dan membiasakan ibadah sunnah. Memberikan pendidikan agama adalah yang paling penting. Menanamkan kepada anak sejak dini mengenai pelajaran terpenting yaitu "jujur kepada diri kepada Allah (Shiddiq) dan jujur pada manusia (amanah), cerdas menyampaikan suatu kebenaran (tabligh), serta memiliki akhlak yang terpuji (akhlakul karimah)". Jika nilai-nilai tersebut sudah ditanamkan sejak dini tentunya dengan cara penyampaian kepada anak-anak, insya Allah ketika besar nanti mereka bisa menjadi pemimpin yang berakhlak mulia dan dicintai rakyatnya. Aamiin
Jika anak sudah terbiasa jujur, maka ia akan takut untuk berbohong. Karena ia tahu, Allah tidak pernah absen mencatat semua perbuatannya. Setiap anak akan mencontoh apa yang dilakukan orang tuanya. Jadi jangan pernah mengajarkan berbohong dengan alasan apapun kepada anak. Karena 1 kebohongan akan menimbulkan 1000 kebohongan lainnya. Semoga kita diberi kemampuan untuk mendidik anak keturunan kita agar menjadi pemimpin masa depan yang Shiddiq, Amanah, Tabligh & Akhlakul Karimah serta dicinta banyak orang. Aamiin
Satu lagi kunci agar anak keturuanan kita bisa menjadi Pemimpin yang berakhlak mulia, jangan pernah memberikan makanan dan minuman dari hasil rizki yang tidak halal. Karena ketidak halalan tersebut akan terus mengalir dalam darah anak keturunan kita, sehingga membuat berakhlak yang tidak menyenangkan.
Sangat dianjurkan kepada para istri dan tentunya ibu, untuk menanyakan kepada para suami serta ayah hasil jerih payah yang mereka bawa pulang ke rumah. Apakah ada rizki yang tidak halal dari rizki yang diperoleh. Dan para suami serta ayah, sudah selayaknya tidak perlu kecewa, sakit hati ataupun marah ketika mendapat pertanyaan seperti itu dari istrinya. Karena tujuannya mulia, agar tidak ada rizki yang tidak baik yang mengotori darah anak keturunannya.