Wednesday, February 23, 2011

Maaf Ya Dok


Jum'at (180211), aku ijin pulang lebih cepat dari kantor untuk menemui Drg. H. Poerwanto. Karena sejak hari Senin salah satu gigi kiri atasku ada yang bermasalah. Dokter gigi yang ini langganan salah satu sahabatku waktu kuliah (Dahniar). Kabarnya Drg. H. Poerwanto praktek setelah maghrib.

Setibanya di lokasi praktek Drg. H. Poerwanto, aku sempat kaget karena apotik di sebelah tempat praktek dokter tutup. Aku tanya ke ibu penjual sate di depan tempat praktek dokter, ternyata yang tutup hanya apotiknya. Pfiuuuuuuuuuh... alhamdulillah. Aku langsung pesen sate, sholat maghrib di mesjid belakang tempat praktek dokter. Dan menunggu dengan setia kehadiran dokter. Sampe bisa tilawah 2,5 lembar sambil nunggu.

Kelamaan nunggu jadi bikin ngantuk dan bete. Alhamdulillah jam 19.15 dokternya dateng. Jam 19.30 aku diminta masuk ke ruangannya.

"Ada yang bisa saya bantu." suaranya lembut dan dengan gaya sangat sopan.

Yang awalnya bete jadi berubah respect.

"Ini dok, gigi atas kiri saya sepertinya patah." jelasku cepat
"Ada keluhan lain?" tanyanya dengan gaya orang Jepang yang membungkuk
"Sejak Senin kepala saya pusing dok."
"Mari saya periksa dulu." aku diminta duduk di kursi kerjanya yang khas kursi milik dokter gigi dengan peralatan di sekitarnya

Aku mengambil posisi senyaman mungkin dan berdzikir dalam hati. Maklum pernah trauma sama dokter gigi, mau cabut gigi pake di bor :(.

Dokternya memakai kacamata yang diletakkan di dahi, mencuci tangannya dengan sabun, kemudian membawa peralatan perangnya.

Setiap kali ingin melakukan tindakan, ia mengucapkan "Bismillahirrohmaanirrohiim... Allahumma sholli alla syaidina Muhammad..."

Subhanallah, tertegun aku mendengarnya. Dokter bilang gigiku tidak patah, tapi bolong. Jadi langsung ia tambal. Dengan cepat ia menambal gigi ini dan hanya sedikit rasa ngilu.

"Sudah selesai saya tambal permanen, sudah boleh untuk makan dan sikat gigi." jelasnya dengan santun dan halus.

Tapi sayangnya aku tidak bawa banyak uang. Karena terakhir menambal gigi, tidak sampai dua ratus ribu. Kali ini aku membawa dua ratus lima puluh ribu. Padahal biayanya tiga ratus ribu. Whuuuuuuuuaaaa

"Dok, maaf ya. Duit saya kurang. Boleh saya minta nomor rekening dokter, biar saya transfer kekurangannya." pintaku memelas

Dokternya menjawab dengan penuh bijaksana "ooooh, jangan terlalu jadi pikiran."

Ya Allah, baik banget dokternya. Akhirnya Senin aku transfer kekurangannya ke dokter. Terima kasih ya dok. Semoga semakin berkah hidupnya. amin amin Allahumma amin

2 comments:

Henri Jukrisno Marbun said...

yang serunya apa di dalam cerita itu, beda sama karangan yang biasa mbak tuliskan.

hehehee,,,

Linda said...

makasih ya Henri ;)