Seperti biasa setiap jam istirahat aku menyempatkan diri bertandang ke Mayestik yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kantor. Siang itu terik mentari cukup membuat peluh membasahi baju.
Ketika aku dan si ibu asyik menikmati lezatnya soto mie sebagai menu santap siangku, sayup² terdengar alunan musik daerah Jawa, entah Jawa Tengah atau Jawa Timur. Lama2 alunan musik itu terdengar sangat jelas di telingaku. Aku tersentak menoleh ke arah datangnya alunan musik itu. Kulihat seorang bocah berusia sekitar 10 tahun dengan sangat lincah menari mengikuti alunan musik yang berasal dari sebuah radio yang dibawa oleh seorang perempuan yang berusia sekitar 40 tahun. Kemungkinan perempuan itu adalah ibunya.
Aku tertegun melihat kelincahan sang bocah yang masih memakai seragam sekolah dengan muka yang penuh make up, layaknya para penari di panggung dan televisi. Aku kagum sekaligus sedih dan prihatin pada nasib bocah ini. Kurogoh sakuku dan kuberikan padanya lembaran ribuan yang mungkin sangat berharga baginya.
Siang itu seluruh pengunjung yang sedang menikmati santap siangnya di pelataran Mayestik tertegun melihat penampilan sang bocah. Yang menari dengan penuh gemulai dan selalu mengembangkan senyum di wajahnya. Si ibuyang sedang menikmati santap siangnya ikut memberikan lembaran ribuan, begitu pula para pengunjung lain yang sedang asyik menikmati santap siangnya hari itu.
Melihat sang bocah hatiku terenyuh dan langsung introspeksi pada diri ini. Subhanallah, syukur alhamdulillah aku tak bernasib seperti sang bocah. Yang harus mengais riski demi sesuap nasi. Gurat keletihan dan hidup yang susah tergambar dengan jelas di wajah ibu si bocah. Apakah sang bocah masih sekolah? Atau pernah merasakan bagaimana rasanya sekolah? Pertanyaan itu melekat dalam benakku sampai saat ini.
Saat itu pula aku langsung teringat pada kelima ponakanku yang bernasib jauh lebih baik dari bocah itu. Mestinya bocah itu sedang asyik bermain, bersekolah dan menikmati indahnya masa kanak2 yang penuh canda dan gelak tawa. Entahlah... sampai kapan kita akan melihat bocah2 yang bernasib seperti itu berkeliaran di pinggir jalan untuk mengais riski demi sesuap nasi? Aku hanya bisa mendoakan semoga mereka selalu mendapatkan keberkahan dari Allah SWT, amin. Semangat hidupnya patut dicontoh. Aku lebih menghargai orang2 yang mengais riski seperti mereka ketimbang yang mengandalkan bantuan orang lain dengan meminta2 dan mencuri.
Kalau setiap hari sang bocah harus berpenampilan dengan make up seperti itu, bisa dibayangkan berapa biaya yang diperlukan untuk membeli perlengkapan make up yang ia butuhkan dan berapa besar biaya yang ia keluarkan untuk membeli atau bahkan menyewa asesoris sebagai pelengkap penampilannya itu? Apakah sebanding penghasilan dengan pengeluarannya?
Gorro con esquema jacquard al crochet
9 years ago
0 comments:
Post a Comment