Suatu hari di dalam lift, ada aku dan 3 orang bapak-bapak yang usianya berkisar 50 tahunan. Kok tau 50 tahun? Emang nanya? Nggak kok cuma kira-kira aja, liat dari kerutan di wajahnya :D.
Bapak A: Kenapa kelebihan anggaran itu harus dihabis-habiskan? Kenapa nggak digunakan untuk anggaran tahun berikutnya. Tinggal ajukan kekurangannya saja.
Bapak B: Kalau anggaran berlebih berarti kinerjanya ndak bener itu.
Bapak A: Loh kenapa bisa begitu?
Bapak C: Seharusnya ketika membuat anggaran, harus tau prediksi harga, agar tidak kurang atau berlebih.
Bapak B: Loh kan prediksi bisa saja meleset tho? Trus kalo kelebihan anggaran harus dihabiskan untuk hal yang nggak perlu namanya mubazir tho? Bapak ini pasti sering ngikutin acaranya ustad Yusuf Mansur *pikirku*
Bapk A & C serentak menjawab: Yo wes, peraturannya akan diubah nek sampean dadi Dirut.
Dan ketiga bapak itu pun keluar dari lift sebelum di lantai 14.
Nah loh, ada yang tau? Kenapa kelebihan anggaran tidak diperbolehkan digunakan untuk anggaran tahun berikutnya? Setuju sama bapak B, kalau kelebihan anggaran harus dihabiskan untuk hal-hal yang tidak perlu namanya kan mubazir. Atau kelebihan anggaran itu disalurkan saja untuk sedekah ;)
Oh iya, soalnya aku pernah dengar cerita dari seorang teman di salah satu instansi pemerintah yang kebetulan tugasnya membuat anggaran untuk instansinya. Ia bilang, kelebihan anggaran itu dibagikan begitu saja untuk seluruh pegawai di divisinya. Allahu Akbar, kok nggak takut ya makan uang negara? Kasian Istri/Suami, anak dan keluarganya yang ikut makan uang yang tak jelas kalau begitu.
Kalau ada yang berkenan berbagi mengenai kelebihan anggaran, monggo loh dengan senang hati
0 comments:
Post a Comment