Wednesday, November 11, 2009

Pertemuan Pertama Dengan Dr. Hudoyo

Sejak bulan April, kakakku yang pertama divonis sakit paru-paru basah oleh salah satu dokter di JRC (Jakarta Respiratory Centre). Tapi sampai saat ini kondisi tubuhnya meluncur drastis, berat badannya turun dari 65kg sekarang 45kg. Dan yang paling parah, Minggu siang kemarin kakakku sesat sehingga membuat orang satu rumah panik.

Kemarin aku tanya mbak Arum (salah seorang rekan kerjaku), ibunya punya teman seorang dokter yang prakte di RS JRC. Aku tanya nama dokternya dan aku minta alamat serta nomor telp JRC.

Jakarta Respiratory Centre
Jl. Sultan Iskandar Muda 66 A - Jakarta
Tlp: 7244560 / 7228127

Aku langsung menghubungi JRC dan menanyakan jadwal praktek Dokter Hudoyo. Informasi yang kuperoleh dari petugas bahwa Dokter Hudoyo praktek hari Selasa dan Jum'at, pukul 17.00 - 19.00. Kuhubungi kakakku di rumah dan janjian ketemu di JRC.

Aku minta ijin pulang lebih cepat oleh Asman-ku. Alhamdulillah diijinkan. Dari kantor sekitar jam 15.30 aku bergegas menuju JRC. Sampai JRC sekitar jam 16.55, kakakku sudah duluan sampai disana.

Sekitar jam 18.10 giliran kakakku bertemu Dokter Hudoyo. Dr. Hudoyo meminta kakakku menceritakan riwayat penyakitnya. Walaupun beliau sudah memegang riwayat penyakit yang ditulis dokter sebelumnya. Beliau juga meminta hasil rontgen dari yang pertama sampai yang terakhir.

Kakakku diminta untuk periksa tensi nadi. Kemudian dibantu suster, kakakku diminta meniup sebuah benda. "210 dok," ujar suster . Dr. Hudoyo pun mencatatnya.

Kami diminta ke ruang sebelah, disana kakakku diminta menghisap sebuah benda sebanyak 3x. Setelah itu kami diminta menunggu karna Dr. Hudoyo mau istirahat dan sholat. Kami pun bergegas untuk sholat maghrib.

Usai sholat maghrib sekitar jam 18.30, kakakku dipanggil lagi. Dan diminta mengulang meniup sebuah benda. "240 dok," ujar suter. Dr Hudoyo pun kembali mencatat.

Aku bilang ke beliau dapat informasi dari ibunya mbak Arum. Ketika kusebutkan nama ibunya mbak Arum. Dr. Hudoyo pun berkata, "oh iya, dia teman SMA saya."

Pembicaraan pun mulai mencair. Tiba-tiba Dr. Hudoyo menyebut nama Anggodo. Nama yang lagi beken tuh. Dr. Hudoyo melangkah ke ruang sebelah dan tak lama ia kembali dengan membawa koran di tangannya.

"Kamu suka baca koran?" tanya padaku
"Suka dok."
"Suka baca Republika nggak?"
"Iya, tapi yang online dok."
"Ini ada artikel tentang Anggodo, korannya kamu bawa saja!"
"Terima kasih dok."

Dr. Hudoyo memberikan koran dengan artikel berjudul: "Pengusaha itu bernama Anggodo". Di dalam artikel itu ada puisi karya Iqbal: Sebuah sarang yang dibangun di atas dahan yang rapuh tidak akan tahan lama.

Senang berkenalan dengan Dokter, semoga kakak saya berjodoh dengan dokter. Hingga cepat sembuh dan bisa segar kembali.

1 comments:

Anonymous said...

mbak linda, maaf mengganggu. aku dapat blog mbak dr google. aku mau tanya, gimana perkembangan kakak mbak setelah dirawat dokter hudoyo? soalnya ibu mertua saya sakit asma kronis, saya sedang cari pengobatan. mohon infonya ya mbak, trimakasi. bisa tlg kirim email ke yackoreflection@yahoo.com