Friday, April 21, 2006

Mungkin Ini Takdirku

(Lanjutan dari posting "15 Tahun Yang Lalu")

Masa SMP

Waktu SMP kebetulan satu yayasan dengan SD, jadi teman² nya sebagian besar adalah teman dari TK sampai SD walau ada juga beberapa teman baru dari sekolah lain. Di SMP, aku masih mendapat dispensasi dari guru olah ragaku, Pak Sudarmadji namanya. Tapi tidak seperti saat SD, waktu SMP aku malah aktif mengikuti pelajaran olah raga tapi ada beberapa olah raga yg aku tak mampu jalani karna kondisi lengan kananku. Pak Darmadji tidak memaksaku untuk melakukan setiap olah raga yg diajarkannya. Kelasku mendapatkan juara 1 senam kesegaran jasmani antar kelas yg kebetulan aku terlibat di dalamnya. Saat ujian praktek olah raga, salah satunya adalah voli yg mewajibkan setiap siswa untuk melakukan serve. Ketika tiba giliranku, aku berdoa agar dapat menyelesaikan ujian praktek ini dg sebaik² nya. Teman² memberiku semangat, aku serve dg tangan kiri. Bismillahirahmanirrahiim, alhamdulillah serve yg aku lakukan bisa melewati net yg terpasang di lapangan voli. Bahagianya aku, begitu juga teman² ku mereka langsung bersorak² .

Selain dispensasi dari guru olah raga, aku juga mendapat dispensasi ketika upacara bendera. Karna pada saat posisi siap, aku tak mampu melakukan posisi tsb dg sempurna. Begitu pula ketika posisi hormat. Aku bersyukur mendapat lingkungan sekolah yg bisa menerima keberadaan orang lain dg kondisi yg tak sempurna.

Masa SMEA

Kebetulan SMEA juga masih satu yayasan, jadi masih banyak teman² dari SMP. Aku masuk ke kelas homogen, semua muridnya perempuan. Guru olah ragaku (maaf aku lupa namanya), juga memberikan dispensasi untuk beberapa olah raga yg aku tak mampu jalani. *kok bisa sih lupa nama si bapak ya padahal blom lama lulus SMEA-nya????* Awalnya hanya teman² satu SMP yg tau tentang kondisi lengan kananku, tapi akhirnya teman satu kelas tau semua.

Aku sempat shock ketika seorang guru, Ibu Ana namanya menghina kondisi lengan kananku di depan teman² satu kelas. Teman² marah dan melaporkan hal itu pada Kepala Sekolah (Pak Felix), akhirnya Ibu Ana minta maaf padaku karna telah menghinaku di depan kelas. Hanya guru² terdekat saja yg mengetahui kondisi lengan kananku. Salah satunya adalah Ibu Dewi, guru mengetik. Ibu Dewi adalah ibunya anak² karna kebaikan hatinya kepada para muridnya. Ketika sudah lulus, aku masih sering menelpon Ibu Dewi dan bersilaturahmi ke rumahnya kebetulan letaknya tak jauh dari kantorku. Ibu Dewi yg membuatku bisa mengetik 10 jari tanpa melihat tuts.

Di Kampus

Hanya sahabat dan teman terdekat saja yg mengetahui kondisi lengan kananku. Sebagian besar dari mereka tak pernah menyangka kalo tangan kananku tak bisa digerakkan. Kalo yg tidak tau sih pasti gak akan mengira tangan kananku tak bisa digerakkan.

Saat memasuki dunia kerja

Beda ketika sekolah dengan kerja, di tempat kerjaku yg pertama hanya teman² dekat saja yg tau tentang kondisi lengan kananku termasuk atasanku. Di tempat kerja yg sekarang, hampir semuanya tau tentang kondisi lengan kananku. Kebanyakan dari mereka tak mengira kalo lengan kananku tak bisa digerakkan. Mereka taunya saat aku makan tanpa sendok (hanya dengan tangan), dari situ akan terlihat sangat jelas bagaimana kondisi lengan kananku.

Sejak kejadian 15 tahun yg lalu, tangan kiriku lebih aktif dibanding tangan kananku. Sebenarnya aku malu, apalagi saat mengambil makanan di hadapan banyak orang. Untuk itu aku berusaha untuk membiasakan diri mengaktifkan tangan kananku ini, walaupun terlihat aneh.

Pernah suatu hari aku memberanikan diri menemui seorang dokter ahli tulang, Dr. Efran Saleh. Aku menemui beliau berdasarkan referensi yg kuperoleh dari mbak De. Dr. Efran kaget waktu pertama melihatku di ruangan prakteknya di RS Siaga. Setelah ia tau apa yg membuatku menemuinya, dia hanya menyarankan aku utk dirontgen. Dari hasil rontgen, kondisi engsel lengan kananku sudah menyatu. Hanya operasilah satu² nya jalan yg harus kutempuh jika aku ingin tangan kananku dpt digerakkan. Dr. Efran bilang, bagian engselnya akan dipotong dan diganti dg yg buatan. Shock juga dengarnya, lebih shock lagi ketika tau berapa biaya yg harus kukeluarkan. Empat puluh lima juta, wow??? Melihatnya saja belum pernah apalagi memiliki uang sebanyak itu.

Ada juga satu dokter yg selalu keukeuh menyuruhku untuk melakukan operasi, dokter langganan almarhum bapak. Dia tau bagaimana riwayat mengenai lengan kananku. Entahlah, sampai saat ini aku selalu mensyukuri segala nikmat yg kuperoleh termasuk dg kondisi lengan kanan yg tak dapat digerakkan. Kupikir, mungkin ini sudah takdirku.

Seiring berjalannya waktu, rasa minder yg ada pada diriku menghilang. Tadinya aku sangat takut berkenalan dg orang baru, dan ketika dia tau tentang kondisi lengan kananku, dia akan menjauhiku. Aku bersemangat dan bertekad untuk bisa dan selalu menjadi yang terbaik serta memberikan yang terbaik kepada sesama terutama orang² tersayang. Aku juga selalu menanamkan pada diri ini agar tidak menjadi beban bagi siapa pun juga. Postingan ini merupakan jawaban bagi mereka yg selama ini melihatku lebih aktif menggunakan tangan kiri ketimbang tangan kanan. *lirik mbak Itha*

-----------

Selamat Hari Kartini ya ;)

0 comments: